March 13, 2013

[REVIEW] Montase



Judul: Montase
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagas Media
357 halaman, 2012


Aku berharap tak pernah bertemu denganmu.
Supaya aku tak perlu menginginkanmu, memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.

Supaya aku tak punya alasan untuk mencintaimu.
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.

Tapi...,
kalau aku benar-benar tak pernah bertemu denganmu, mungkin aku tak akan pernah tahu seperti apa rasanya berdua saja denganmu. Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa rasanya sungguh-sungguh mencintai...
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.


Ah, satu lagi novel yang mengangkat cerita dengan sudut pandang laki-laki yang saya baca. Saya suka cara penulis menggambarkan cerita dengan sudut pandang laki-laki. Kesannya jadi beda, nggak pasaran. Montase, sebuah novel ringan dan menghibur. Sebuah cerita tentang mimpi---Saya lebih suka menyebutnya demikian, ketimbang cerita roman dewasa muda mengharu biru dengan tokoh pengidap leukemia---dan kekuatannya, untuk sebuah pencapaian tak terduga.

Kisah ini berfokus pada dua sidekick:
Rayyi, yang demi papanya merelakan keinginannya dengan kuliah di kelas peminatan produksi karena papanya ingin ia kelak menjadi produser tersohor sama sepertinya. Padahal, Rayyi sangat mencintai film documenter---bukan sinetron---film sampah, katanya. Hampir sama dengan Rayyi, Haru Enomoto---seorang mahasiswi Jepang yang sedang melakukan studi banding di Jakarta---juga mengalami kisah yang hampir sama. Haru mempunyai bakat luar biasa di bidang melukis, namun ia memilih menekuni mimpinya yang lain yaitu menjadi mahasiswa di kelas Film documenter karena ia ingin membahagiakan orangtuanya.

"Selalu ada impian yang lebih besar dari impian lain, kan?"  Begitu kata Haru.

Kisah cinta di novel ini cukup sederhana, namun begitu terasa dan mengharukan. Menyenangkan, menyentuh perasaan, dan mengaduk-aduk emosi. Ea.

March 12, 2013

[REVIEW] Camar Biru


Judul: Camar Biru
Penulis: Nilam Suri
Penerbit: Gagas Media
280 halaman, 2012


Aku membutuhkanmu.
Kau terasa tepat untukku. Pelukanmu serasi dengan hangat tubuhku. Dan setiap bagian dari diriku sudah terlalu terbiasa dengan kehadiranmu—dengan suaramu, dengan sentuhanmu, dengan aroma khas tubuhmu. Dengan debaran yang terdengar seperti ketukan bermelodi saat kau menatapku penuh perhatian seperti itu.

Aku membutuhkanmu.
Ya cinta, ya waktumu. Dan kau sudah melihat jujur dan juga munafikku. Bahkan, di saat aku begitu yakin kau akan meninggalkanku, kau hanya menertawakan kecurigaanku dan merangkul bahuku. Sungguh heran, setelah sekian tahun pun, kau masih bertahan di sini, bersamaku.

Aku membutuhkanmu—dan bisa jadi... aku mencintaimu.
Tapi, aku belum akan mengakui ini padamu. Aku belum siap meruntuhkan bentengku dan membiarkanmu memiliki hatiku...


Camar Biru adalah sebuah kisah cinta bujur sangkar antara Nina, Adith, Naren, dan Sinar.

Nina. Cewek ceroboh, berantakan, amburadul. Pokoknya gak pedulian banget sama penampilannya. Wajahnya gak pernah dipoles make-up dan rambut ikalnya selalu dibiarkan tergerai tanpa disisir. Tapi, walaupun kelakuannya kayak manusia gua, penampakannya selalu kayak putri dari kerajaan gulali. Emang aneh. Saya juga heran sih.

Naren. Kakaknya Nina. Naren udah kayak emaknya Nina aja. Ngurusin ininya Nina, itunya Nina. Naren yang selalu ngebangunin Nina setiap pagi. Naren yang membacakan cerita menjelang tidur. Dan, Naren yang selalu mengantar dan menjemputnya ke mana pun. Kakak apa supir nih? *digetok*

Adith. Seorang dosen bahasa Jepang yang pernah berada di negeri geisha itu selama 1 tahun untuk melanjutkan pendidikannya.

Sinar. Tokoh paling misterius dalam novel ini.

Selain mereka berempat, ada juga Danish, sahabat karib Nina. Cewek ini selalu punya aura Don't mess me dan selalu berusaha mengejar apapun yang dia inginkan. Dia ingin orang-orang tau cewek seperti apa dia. Seorang cewek dengan standar hidup tinggi, bukan karena orangtua, apalagi karena cowok-cowok yang melemparinya kemewahan. Nggak. Kalau dia pake baju mahal dengan sepatu yang akan bikin ibu-ibu di desa sulit bernapas karena harganya sama dengan pendapatan suaminya sebulan, itu karena Danish memang banting tulang untuk mendapatkannya.


Gue bakal bikinin kotak kaca buat hati Nina, seperti kotak kaca yang dibuat oleh para tujuh orang kerdil buat si putri salju. Lalu, gue kasih lapisan anti peluru kayak dimilik oleh M16 untuk melapisi mobil agen 007 mereka. Gue nggak akan sebodoh Davy Jones dengan membawa kotak kaca itu kemana-mana. Kotak kaca itu akan gue simpan di dalam brankasnya bank-bank di Swiss sana. Safe and sound, just like what I hope Nina forever will be. (halaman 103) 

Kadang, saat kita nggak mampu melepaskan orang yang kita cintai, berarti kitalah yang harus pergi. Mungkin membalikkan badan dan berlalu lebih mudah dibanding berdiri diam menatap punggung seseorang.. (halaman 269)


Saya juga suka filosofi asap rokok yang ada di novel ini:

"Gue selalu percaya permintaan itu akan dikabulkan kalau dia bisa terbang semakin tinggi. Nggak tau kenapa. Mungkin kalau dia semakin tinggi, dia akan semakin mudah didengar. Karena nggak mungkin gue terus-terusan naik pesawat setiap kali punya permintaan, jadi jalan lainnya adalah asap. Gue membisikkan permintaan, lalu asap akan membawanya bersama udara, ke angkasa, dan akhirnya, gue harap, permintaan gue itu akan mencapai tempat yang tepat. Lalu, dikabulkan. Makanya gue butuh asap, karena asap membumbung tinggi ke angkasa." (halaman 155) 


Camar Biru ini, satu dari sekian banyak buku terbitan Gagas Media yang saya suka. Isi ceritanya unik. Kisah bujur sangkar. Karena gak hanya menceritakan hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan, tapi juga hubungan cinta antara kakak dan adik. Dan, endingnya yang gak terduga.