June 9, 2013

Perbincangan Bodoh

Gambar: tumblr.com

"Kenapa memilihku?" tanyaku di sela-sela gelak tawa kita. Seperti biasa, kau selalu membuatku tertawa lepas dengan lelucon-lelucon bodohmu. Pertanyaanku membuatmu kontan mengatupkan mulut lalu menoleh ke arahku.

"Apa yang kamu bicarakan?" Kau mengernyit kebingungan.

Aku meraih cangkir di hadapanku, lalu menyesapnya pelan. Ah, coklat panas buatanmu memang selalu berhasil menghangatkanku, meneduhkan hatiku yang kala ini sedang bergemuruh.

"Kamu tahu, kamu punya semua yang mereka inginkan. Kamu bisa mendapatkan gadis cantik manapun yang kamu mau. Mungkin kamu hanya perlu menunjuk, lalu mereka akan mengangguk. Lantas, kenapa kau memilihku?"

Kau tidak langsung menjawabnya. Aku memberanikan diri menoleh ke arahmu. Matamu tampak sedang menerawang.

"Apa ini yang sering kamu pikirkan? Apa seperti ini sosok diriku di matamu?"

Kekecewaan terdengar jelas dalam suaramu. Kau menghela napas dalam-dalam, lalu menunduk. Kedua tanganmu melingkari sepasang lututmu yang ditekuk.

Hari ini tepat setahun hari jadi hubungan kita. Kita merayakan hari jadi ini hanya dengan berkeliling kota sambil sesekali mencicipi jajanan di pinggir jalan. Tetapi, aku bahagia sekali. Aku merasa seperti apapun yang aku lakukan, dimana pun diriku berada, asalkan bersamamu, semuanya akan baik-baik saja. Aku merasa aman. Namun, ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Menyeruak ke dalam pikiranku dan terus memaksa untuk dikeluarkan. Apa kau juga merasa bahagia? Apa yang membuatmu bertahan sejauh ini?

"Aku tidak semurah itu."

Kata-katamu membuatku tersentak.

"Bukan itu maksudku..."

Aku menggigit bibir bawahku. Merasa bersalah. Kata-kataku tadi pasti telah menyinggung perasaanmu. Kau, lelaki yang kukenal hampir seumur hidupku memang bukanlah orang yang seperti itu. Kau bukan jenis orang yang dengan bangga memamerkan kelebihanmu kemudian berkata bahwa kau bisa mendapatkan gadis manapun yang kau mau. Tidak.

"...Maaf. Lupakan saja pertanyaanku tadi." Otakku berputar cepat, mencari bahan obrolan lain agar dapat mengalihkan pembicaraan ini.

"Lihat! bintangnya indah, ya. Kenapa ya, di dunia ini ada yang namanya rasi bintang? Kamu tahu?" Sial! Aku benar-benar tidak pandai dalam hal mengalihkan topik pembicaraan.

Dari sudut mataku, kulihat kau mendongak, ikut memerhatikan bintang yang aku tunjuk. Malam ini, kita tengah berada di taman dekat rumahmu. Hanya kita berdua, duduk berdampingan. Hah, lucu sekali bagaimana aku merasa duduk berdampingan denganmu saja sudah cukup bagiku.

"Karena hanya kamu yang bisa membuatku merasa seperti ini..."

"Hah?" dengan cepat, aku menoleh. Kau bergeming di tempatmu. Kedua matamu masih tertuju pada langit malam itu.

"...Merasa lebih hidup, merasa lebih bebas melakukan apapun tanpa takut kau menilainya buruk. Aku merasa menjadi diriku sendiri saat bersamamu. Sesederhana itu."

Tunggu sebentar, aku masih tidak mengerti. Bagaimana mungkin rasi bintang berhubungan dengan diriku dan perasaanmu? Aku terdiam, mencoba mencernai kata-katamu tadi. Dalam hati, aku mengutuki kemampuan otakku yang lamban. Sementara itu, tiba-tiba saja kau menoleh dan mengacak-acak puncak kepalaku sambil tertawa.

"Dasar bodoh."

Apa kau bilang? Aku melirikmu sebal.

"Kalau aku bodoh, lalu kenapa kamu suka padaku?"

"Ya.. Karena kamu bodoh." Katamu sambil berusaha menyembunyikan tawamu. Aku merengut.

Seketika suasana berubah hening. Aku sibuk dengan pikiranku, pun kau sibuk dengan pikiranmu. Yang terdengar hanya suara binatang-binatang malam yang bersembunyi. Angin yang berhembus bahkan terasa sangat hati-hati saat melintasi kita. Seakan tidak ingin merusak keheningan ini. Kemudian tanpa kuduga, kau membalikkan badan. Menatapku tepat di bola mata. Hanya sedetik, namun aku merasa telah tenggelam di dalamnya.

"That's why I love you."

Katamu sambil tersenyum. Senyum itu, senyum yang tidak pernah aku ragukan ketulusannya. Senyummu candu. Seakan tertular, aku pun ikut tersenyum.

"Dasar bodoh." Kataku sembari menjitak pelan kepalamu.

"Ya. Dan orang bodoh di hadapanmu ini, sedang tergila-gila padamu."

Malam itu pun diisi dengan gelak bahagia.

April 23, 2013

Jurnal 11: Us?


He was mine but not really.
I never really had him, so I never really lost him.

I guess this is how we will always be.

I had him, and he had me.
But then again there was really no US.

March 13, 2013

[REVIEW] Montase



Judul: Montase
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagas Media
357 halaman, 2012


Aku berharap tak pernah bertemu denganmu.
Supaya aku tak perlu menginginkanmu, memikirkanmu dalam lamunku.
Supaya aku tak mencarimu setiap kali aku rindu.

Supaya aku tak punya alasan untuk mencintaimu.
Dan terpuruk ketika akhirnya kau meninggalkanku.

Tapi...,
kalau aku benar-benar tak pernah bertemu denganmu, mungkin aku tak akan pernah tahu seperti apa rasanya berdua saja denganmu. Menikmati waktu bergulir tanpa terasa.
Aku juga tak mungkin bisa tahu seperti apa rasanya sungguh-sungguh mencintai...
dan dicintai sosok seindah sakura seperti dirimu.


Ah, satu lagi novel yang mengangkat cerita dengan sudut pandang laki-laki yang saya baca. Saya suka cara penulis menggambarkan cerita dengan sudut pandang laki-laki. Kesannya jadi beda, nggak pasaran. Montase, sebuah novel ringan dan menghibur. Sebuah cerita tentang mimpi---Saya lebih suka menyebutnya demikian, ketimbang cerita roman dewasa muda mengharu biru dengan tokoh pengidap leukemia---dan kekuatannya, untuk sebuah pencapaian tak terduga.

Kisah ini berfokus pada dua sidekick:
Rayyi, yang demi papanya merelakan keinginannya dengan kuliah di kelas peminatan produksi karena papanya ingin ia kelak menjadi produser tersohor sama sepertinya. Padahal, Rayyi sangat mencintai film documenter---bukan sinetron---film sampah, katanya. Hampir sama dengan Rayyi, Haru Enomoto---seorang mahasiswi Jepang yang sedang melakukan studi banding di Jakarta---juga mengalami kisah yang hampir sama. Haru mempunyai bakat luar biasa di bidang melukis, namun ia memilih menekuni mimpinya yang lain yaitu menjadi mahasiswa di kelas Film documenter karena ia ingin membahagiakan orangtuanya.

"Selalu ada impian yang lebih besar dari impian lain, kan?"  Begitu kata Haru.

Kisah cinta di novel ini cukup sederhana, namun begitu terasa dan mengharukan. Menyenangkan, menyentuh perasaan, dan mengaduk-aduk emosi. Ea.

March 12, 2013

[REVIEW] Camar Biru


Judul: Camar Biru
Penulis: Nilam Suri
Penerbit: Gagas Media
280 halaman, 2012


Aku membutuhkanmu.
Kau terasa tepat untukku. Pelukanmu serasi dengan hangat tubuhku. Dan setiap bagian dari diriku sudah terlalu terbiasa dengan kehadiranmu—dengan suaramu, dengan sentuhanmu, dengan aroma khas tubuhmu. Dengan debaran yang terdengar seperti ketukan bermelodi saat kau menatapku penuh perhatian seperti itu.

Aku membutuhkanmu.
Ya cinta, ya waktumu. Dan kau sudah melihat jujur dan juga munafikku. Bahkan, di saat aku begitu yakin kau akan meninggalkanku, kau hanya menertawakan kecurigaanku dan merangkul bahuku. Sungguh heran, setelah sekian tahun pun, kau masih bertahan di sini, bersamaku.

Aku membutuhkanmu—dan bisa jadi... aku mencintaimu.
Tapi, aku belum akan mengakui ini padamu. Aku belum siap meruntuhkan bentengku dan membiarkanmu memiliki hatiku...


Camar Biru adalah sebuah kisah cinta bujur sangkar antara Nina, Adith, Naren, dan Sinar.

Nina. Cewek ceroboh, berantakan, amburadul. Pokoknya gak pedulian banget sama penampilannya. Wajahnya gak pernah dipoles make-up dan rambut ikalnya selalu dibiarkan tergerai tanpa disisir. Tapi, walaupun kelakuannya kayak manusia gua, penampakannya selalu kayak putri dari kerajaan gulali. Emang aneh. Saya juga heran sih.

Naren. Kakaknya Nina. Naren udah kayak emaknya Nina aja. Ngurusin ininya Nina, itunya Nina. Naren yang selalu ngebangunin Nina setiap pagi. Naren yang membacakan cerita menjelang tidur. Dan, Naren yang selalu mengantar dan menjemputnya ke mana pun. Kakak apa supir nih? *digetok*

Adith. Seorang dosen bahasa Jepang yang pernah berada di negeri geisha itu selama 1 tahun untuk melanjutkan pendidikannya.

Sinar. Tokoh paling misterius dalam novel ini.

Selain mereka berempat, ada juga Danish, sahabat karib Nina. Cewek ini selalu punya aura Don't mess me dan selalu berusaha mengejar apapun yang dia inginkan. Dia ingin orang-orang tau cewek seperti apa dia. Seorang cewek dengan standar hidup tinggi, bukan karena orangtua, apalagi karena cowok-cowok yang melemparinya kemewahan. Nggak. Kalau dia pake baju mahal dengan sepatu yang akan bikin ibu-ibu di desa sulit bernapas karena harganya sama dengan pendapatan suaminya sebulan, itu karena Danish memang banting tulang untuk mendapatkannya.


Gue bakal bikinin kotak kaca buat hati Nina, seperti kotak kaca yang dibuat oleh para tujuh orang kerdil buat si putri salju. Lalu, gue kasih lapisan anti peluru kayak dimilik oleh M16 untuk melapisi mobil agen 007 mereka. Gue nggak akan sebodoh Davy Jones dengan membawa kotak kaca itu kemana-mana. Kotak kaca itu akan gue simpan di dalam brankasnya bank-bank di Swiss sana. Safe and sound, just like what I hope Nina forever will be. (halaman 103) 

Kadang, saat kita nggak mampu melepaskan orang yang kita cintai, berarti kitalah yang harus pergi. Mungkin membalikkan badan dan berlalu lebih mudah dibanding berdiri diam menatap punggung seseorang.. (halaman 269)


Saya juga suka filosofi asap rokok yang ada di novel ini:

"Gue selalu percaya permintaan itu akan dikabulkan kalau dia bisa terbang semakin tinggi. Nggak tau kenapa. Mungkin kalau dia semakin tinggi, dia akan semakin mudah didengar. Karena nggak mungkin gue terus-terusan naik pesawat setiap kali punya permintaan, jadi jalan lainnya adalah asap. Gue membisikkan permintaan, lalu asap akan membawanya bersama udara, ke angkasa, dan akhirnya, gue harap, permintaan gue itu akan mencapai tempat yang tepat. Lalu, dikabulkan. Makanya gue butuh asap, karena asap membumbung tinggi ke angkasa." (halaman 155) 


Camar Biru ini, satu dari sekian banyak buku terbitan Gagas Media yang saya suka. Isi ceritanya unik. Kisah bujur sangkar. Karena gak hanya menceritakan hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan, tapi juga hubungan cinta antara kakak dan adik. Dan, endingnya yang gak terduga.

January 30, 2013

Jurnal 10: Sorry


I think what’s worse than losing someone, is not  knowing why you lost them, and honestly I don’t know how I lost you. —Him

I'm sorry. There’s going to be weak days where i lay there and cry at the mistake i made. I will regret losing you, go through your pictures that i still have saved and punish myself for ruining everything we had. I will try to avoid texting you, either by deleting your number or thinking of how utterly blunt you are when you reply.

There will also be days where i feel strong. I feel as if i can move on, i don’t need to talk to you and even thinking of you just reminds me of how much you are holding me back. The days where i feel like i’m done with you and i don’t care anymore. But i do. And even tho i know i'm not completely moved on, i know that i am getting stronger every day and soon i will be happy again.

I believe i can find someone who made me feel the way you made me feel. you were truly amazing. I don’t want to forget you. I won’t let that happen, you will always be in my heart. Now i've started to see that i can move on, will move on, and that’s good.