Judul: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
512 halaman, 2012
Novel ini adalah novel karangan Tere Liye pertama yang saya baca. Saya bacanya udah berbulan-bulan yang lalu, tapi baru kepikiran bikin reviewnya sekarang. Hehehe.
Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Sebuah novel dengan judul biasa dan cover yang menurut saya sama sekali gak menarik. Jujur aja, dari awal saya gak ada niat buat baca novel ini. Jangankan baca keseluruhan ceritanya, baca sinopsisnya aja males. Sampai kemudian saya dengar dari beberapa teman yang hobi baca juga kalo novel-novel karangan Tere Liye bagus banget. Oke, mari kita percaya pada pepatah "Don't judge a book by its cover". Jadilah saya pinjam novel ini dari seorang teman, membaca sinopsisnya, dan... tertegun.
Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya.
Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.
Saat itu juga, saya yakin bakal tenggelam dalam sebuah novel yang berbeda.
Adalah Borno, seorang pemuda sederhana dengan hati paling lurus di sepanjang tepian Kapuas. Seorang pemuda yang jujur dan tekun. Seorang pemuda dengan ribuan pertanyaan di kepalanya. Seorang pemuda yang... idaman banget deh pokoknya.
Anyway, Borno hanya pemuda biasa tamatan SMA yang telah kehilangan ayahnya sejak ia berusia 12 tahun. Dengan ijazah SMA di tangan, Borno terus berganti-ganti pekerjaan demi menafkahi diri dan Ibunya. Mulai dari bekerja di pabrik pengelolaan karet yang membuatnya diolok-olok tetangga karena bau karet tetap melekat ketika Borno pulang kerja, gagal bekerja di pabrik sarang burung walet, hingga jadi pemeriksa karcis yang kemudian membuatnya berhenti dari pekerjaan itu setelah mengetahui bahwa temannya sesama penjaga karcis menggelapkan penumpang naik ke feri tanpa membayar.
"Kau tahu Borno, tempat bekerja kau sebelumnya, meski bau, membuat orang lain menutup mulut saat kau lewat, hasilnya wangi. Halal dan baik. Dimakan berkah, tumbuh jadi daging kebaikan. Banyak orang yang kantornya wangi, sepatu mengilat, baju licin disetrika, tapi boleh jadi busuk dalamnya. Dimakan hanya menyumpal perut, tumbuh jadi daging keburukan dan kebusukan."
-Ibu (Hal. 42)
Setelahnya, Borno bekerja serabutan. Memperbaiki genteng atau mencari kunci hilang pun sudah pernah ia lakoni. Sampai akhirnya Borno memutuskan menjadi pengemudi sepit. Tau kan sepit itu apa? Sepit (dari kata speed) adalah perahu kayu, panjang 5 meter, lebar 1 meter, dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel.
Pekerjaan mengemudi sepit ia lakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati. Sampai kemudian takdir mempertemukannya dengan seorang gadis peranakan Cina dengan mata sendu yang menawan bernama Mei. Gadis itu adalah salah satu penumpang sepitnya. Gadis yang selalu membawa payung tradisional berwarna merah. Gadis yang menjatuhkan sebuah angpau di sepit Borno. Sebuah angpau yang ternyata menghubungkan mereka dengan masa lalu.
Selain Borno, tokoh favorit saya yang lain adalah Pak Tua. Beliau dengan segala petuah bijaksana dan pengalaman hidupnya yang selalu diceritakan kepada Borno. Pak Tua juga sebagai figur pengganti ayah bagi Borno.
"…Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali benda bernama perasaan itu. Dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan di kejap berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang."
– Pak Tua (Hal. 132)
"Dunia ini terus berputar. Perasaaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembang biak di tempat paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan-perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah."
– Pak Tua (Hal. 146)
"Ya, cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti."
– Pak Tua (Hal. 167)
"Camkan, cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi."
– Pak Tua (Hal. 168)
"Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong."
– Pak Tua (Hal. 173)
"Ah, cinta selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri."
– Pak Tua (Hal. 288)
"…Perasaan itu tidak sesederhana satu ditambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan."
– Pak Tua (Hal. 355)
"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirudung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya."
– Pak Tua
"Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusak diri sendiri. Boleh jadi ketika seseorang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabik ikut pergi. Tapi kau masih memiliki separuh hati yang tersisa. Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang. Satu-satunya yang paling berharga."
– Pak Tua
Oh ya, novel ini gak melulu soal cinta kok. Tere Liye menuturkan bahasa yang indah dan romantis, tapi gak lebay. Di novel ini juga diselipkan beberapa selipan humor dan pengetahuan tapi gak terkesan menggurui. Pokoknya saya sangat menikmati membaca novel ini.
And yeah, I'll give 5 out of 5 stars for this book! :)