November 26, 2014
Jurnal 17
September 7, 2014
Quote (6)
"Aku berkata padanya saat kami berpisah, "Mau pergi sejauh setengah lingkar planet ini pun, pergilah, if you need to. Tapi jangan menghilang... give me a call."
Dia bilang, "Kalau aku sudah pergi sejauh setengah lingkar planet ini, aku tinggal pergi sejauh setengah lingkar lagi. Biar kembali kepadamu.""
- Morra Quatro (Notasi, GagasMedia 2013)
August 5, 2014
Jurnal 14
August 3, 2014
[REVIEW] Bumi
Judul: Bumi
Penulis: Tere Liye
Pernerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
440 halaman, 2014 (Cetakan Ketiga)
Namaku Raib, usiaku 15 tahun, kelas sepuluh. Aku anak perempuan seperti kalian, adik-adik kalian, tetangga kalian. Aku punya dua kucing, namanya si Putih dan si Hitam. Mama dan papaku menyenangkan. Guru-guru di sekolahku seru. Teman-temanku baik dan kompak.
Aku sama seperti remaja kebanyakan, kecuali satu hal. Sesuatu yang kusimpan sendiri sejak kecil. Sesuatu yang menakjubkan.
Namaku, Raib. Dan aku bisa menghilang.
Jadi setelah membaca Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah, saya jadi kecanduan baca novel Tere Liye yang lain. Bumi ini novel kedua Tere Liye yang saya baca. Novel ini mengangkat tema yang berbeda dari sebelumnya. Kalau sebelumnya bercerita tentang perasaan, kali ini Tere Liye menghadirkan fiksi fantasi yang indah.
Kisah ini berawal dari Raib (biasa dipanggil Ra) yang dari luar tampak seperti remaja 15 tahun kebanyakan. Gak ada yang spesial. Menurut penjelasan, Ra gak cantik (tapi juga gak jelek), gak pinter (kecuali dalam mapel Bahasa Indonesia), dan gak populer. Namun siapa sangka kalau Ra ternyata punya kekuatan yang dirahasiakannya sejak berumur 2 tahun, yang bahkan kedua orangtuanya pun gak tau kalau Ra bisa menghilang. Hilang dalam artian sebenarnya.
Jujur, awal ceritanya sempat bikin saya merasa bosan karena yang diceritain itu-itu doang. Ra sarapan di rumah - pergi ke sekolah - di sekolah belajar - pulang ke rumah - repeat. Ngebosenin. Tapiii entah gimana novel ini selalu bikin saya penasaran. Kalimat-kalimat di akhir babnya selalu bikin saya bertanya-tanya apa yang bakal terjadi di bab selanjutnya. Nih salah satu paragraf di akhir bab:
"Pagi itu aku sungguh tidak tahu, setelah sarapan bersama yang selalu menyenangkan, beberapa jam lagi kejutan itu tiba. Ada yang tahu rahasia besarku, bukan hanya satu, melainkan susul menyusul. Seluruh kehidupanku mendadak berubah seratus delapan puluh derajat. Perang besar siap meletus di Bumi. Aku tidak bergurau."
Anyway, di sekolah Ra punya seorang sahabat bernama Seli. Berbeda dengannya, Seli selalu tampil modis dan percaya diri. Ra juga punya seorang musuh bernama Ali yang penampilannya selau amburadul dengan rambut acak-acakan. Sampai kemudian sebuah peristiwa secara gak sengaja melibatkan mereka bertiga terperangkap di dunia yang bukan Bumi---dunia lain. Rahasia demi rahasia pun terungkap. Ra tentu saja dengan kemampuan invisible-nya, Seli yang ternyata selain mampu menggerakkan benda-benda di sekitarnya, juga bisa mengeluarkan petir dari telapak tangannya (how cool!), dan Ali yang punya otak cerdas bin genius bin brilian. Ali bahkan pernah hampir meledakkan sebuah lab dengan percobaannya saat akan mengikuti olimpiade fisika. Ditambah lagi kekuatannya yang mengejutkan pada akhir novel yang gak bakal saya ceritain. Baca sendiri yak. :p
Overall, this is a really great novel. Dengan gaya bahasa yang begitu apik thas Tere Liye, yang mampu menceritakan hal-hal yang sebenarnya biasa dan sederhana menjadi luar biasa dan bermakna. Di novel ini dijelaskan sebuah teori bahwa kehidupan di semesta memiliki kehidupan dari dunia yang berbeda-beda. Tere Liye menuliskannya sebagai empat klan, yaitu;
Klan Bumi, tempat kita berpijak, yang dianggap sebagai "Makhluk Rendah" atau "Makhluk Tanah" karena paling primitif ilmu pengetahuannya.
Kedua adalah Klan Bulan yang berada tepat di atas Bumi dan memiliki ilmu pengetahuan yang sangat maju.
Ketiga ialah Klan Matahari yang memiliki kemajuan lebih pesat daripada kedua Klan di bawahnya.
Dan terakhir adalah Klan Bintang yang masih bikin saya penasaran bagaimana kehidupan di Klan ini karena penjelasannya gak begitu jelas.
Btw, di novel ini yang menjadi main setting petualangan Ra dan kawan-kawannya adalah Klan Bulan.
Well, saya gak banyak baca novel fantasi lokal, seringnya terjemahan. Tapi novel Bumi ini bener-bener keren. Recommended banget lah pokoknya. Detail setting dan karakternya bikin cerita ini menarik untuk diimajinasikan. Omong-omong, masih banyak pertanyaan di kepala saya tentang klan-klan lain. Semoga lanjutan ceritanya yang berjudul Bulan cepat terbit yaw. Ehehe.
I gave 4 of 5 stars for this book.
July 26, 2014
July 23, 2014
Jurnal 12: asdfghjkl
sorry.
July 20, 2014
[REVIEW] Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Judul: Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Penulis: Tere Liye
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
512 halaman, 2012
Novel ini adalah novel karangan Tere Liye pertama yang saya baca. Saya bacanya udah berbulan-bulan yang lalu, tapi baru kepikiran bikin reviewnya sekarang. Hehehe.
Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Sebuah novel dengan judul biasa dan cover yang menurut saya sama sekali gak menarik. Jujur aja, dari awal saya gak ada niat buat baca novel ini. Jangankan baca keseluruhan ceritanya, baca sinopsisnya aja males. Sampai kemudian saya dengar dari beberapa teman yang hobi baca juga kalo novel-novel karangan Tere Liye bagus banget. Oke, mari kita percaya pada pepatah "Don't judge a book by its cover". Jadilah saya pinjam novel ini dari seorang teman, membaca sinopsisnya, dan... tertegun.
Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya.
Apakah Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah ini sama spesialnya dengan miliaran cerita cinta lain? Sama istimewanya dengan kisah cinta kita? Ah, kita tidak memerlukan sinopsis untuk memulai membaca cerita ini. Juga tidak memerlukan komentar dari orang-orang terkenal. Cukup dari teman, kerabat, tetangga sebelah rumah. Nah, setelah tiba di halaman terakhir, sampaikan, sampaikan ke mana-mana seberapa spesial kisah cinta ini. Ceritakan kepada mereka.
Saat itu juga, saya yakin bakal tenggelam dalam sebuah novel yang berbeda.
Adalah Borno, seorang pemuda sederhana dengan hati paling lurus di sepanjang tepian Kapuas. Seorang pemuda yang jujur dan tekun. Seorang pemuda dengan ribuan pertanyaan di kepalanya. Seorang pemuda yang... idaman banget deh pokoknya.
Anyway, Borno hanya pemuda biasa tamatan SMA yang telah kehilangan ayahnya sejak ia berusia 12 tahun. Dengan ijazah SMA di tangan, Borno terus berganti-ganti pekerjaan demi menafkahi diri dan Ibunya. Mulai dari bekerja di pabrik pengelolaan karet yang membuatnya diolok-olok tetangga karena bau karet tetap melekat ketika Borno pulang kerja, gagal bekerja di pabrik sarang burung walet, hingga jadi pemeriksa karcis yang kemudian membuatnya berhenti dari pekerjaan itu setelah mengetahui bahwa temannya sesama penjaga karcis menggelapkan penumpang naik ke feri tanpa membayar.
"Kau tahu Borno, tempat bekerja kau sebelumnya, meski bau, membuat orang lain menutup mulut saat kau lewat, hasilnya wangi. Halal dan baik. Dimakan berkah, tumbuh jadi daging kebaikan. Banyak orang yang kantornya wangi, sepatu mengilat, baju licin disetrika, tapi boleh jadi busuk dalamnya. Dimakan hanya menyumpal perut, tumbuh jadi daging keburukan dan kebusukan."
-Ibu (Hal. 42)
Setelahnya, Borno bekerja serabutan. Memperbaiki genteng atau mencari kunci hilang pun sudah pernah ia lakoni. Sampai akhirnya Borno memutuskan menjadi pengemudi sepit. Tau kan sepit itu apa? Sepit (dari kata speed) adalah perahu kayu, panjang 5 meter, lebar 1 meter, dengan tempat duduk melintang dan bermesin tempel.
Pekerjaan mengemudi sepit ia lakukan dengan ikhlas dan sepenuh hati. Sampai kemudian takdir mempertemukannya dengan seorang gadis peranakan Cina dengan mata sendu yang menawan bernama Mei. Gadis itu adalah salah satu penumpang sepitnya. Gadis yang selalu membawa payung tradisional berwarna merah. Gadis yang menjatuhkan sebuah angpau di sepit Borno. Sebuah angpau yang ternyata menghubungkan mereka dengan masa lalu.
Selain Borno, tokoh favorit saya yang lain adalah Pak Tua. Beliau dengan segala petuah bijaksana dan pengalaman hidupnya yang selalu diceritakan kepada Borno. Pak Tua juga sebagai figur pengganti ayah bagi Borno.
"…Perasaan adalah perasaan, meski secuil, walau setitik hitam di tengah lapangan putih luas, dia bisa membuat seluruh tubuh jadi sakit, kehilangan selera makan, kehilangan semangat. Hebat sekali benda bernama perasaan itu. Dia bisa membuat harimu berubah cerah dalam sekejap padahal dunia sedang mendung, dan di kejap berikutnya mengubah harimu jadi buram padahal dunia sedang terang benderang."
– Pak Tua (Hal. 132)
"Dunia ini terus berputar. Perasaaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembang biak di tempat paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan-perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah."
– Pak Tua (Hal. 146)
"Ya, cinta itu macam musik yang indah. Bedanya, cinta sejati akan membuatmu tetap menari meskipun musiknya telah lama berhenti."
– Pak Tua (Hal. 167)
"Camkan, cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi."
– Pak Tua (Hal. 168)
"Cinta adalah perbuatan. Kata-kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong."
– Pak Tua (Hal. 173)
"Ah, cinta selalu saja misterius. Jangan diburu-buru, atau kau akan merusak jalan ceritanya sendiri."
– Pak Tua (Hal. 288)
"…Perasaan itu tidak sesederhana satu ditambah satu sama dengan dua. Bahkan ketika perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira, tetap saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adalah perasaan."
– Pak Tua (Hal. 355)
"Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirudung cinta justru sebaliknya, selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta berbagai perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gulana, wajah kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya."
– Pak Tua
"Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan membebani, jangan pernah merusak diri sendiri. Boleh jadi ketika seseorang yang kita sayangi pergi, maka separuh hati kita seolah tercabik ikut pergi. Tapi kau masih memiliki separuh hati yang tersisa. Maka jangan ikut merusaknya pula. Itulah yang kau punya sekarang. Satu-satunya yang paling berharga."
– Pak Tua
Oh ya, novel ini gak melulu soal cinta kok. Tere Liye menuturkan bahasa yang indah dan romantis, tapi gak lebay. Di novel ini juga diselipkan beberapa selipan humor dan pengetahuan tapi gak terkesan menggurui. Pokoknya saya sangat menikmati membaca novel ini.
And yeah, I'll give 5 out of 5 stars for this book! :)
July 7, 2014
Bangku Berwarna Senja
Aku melayangkan pandangan ke sekitar, berharap mendapat secuil petunjuk tentang di mana aku berada dan bagaimana aku bisa sampai di sini. God, aku bahkan tidak tahu tempat apa ini. Pepohonan rindang dengan beberapa helai daun kering yang tergeletak di sekitar akarnya, bunga-bunga bermekaran dengan wangi yang teramat sangat, serta udara yang sejuk seakan tempat ini bebas dari polusi udara.
Ah, ya. Mungkin aku sedang berada di sebuah taman entah di negeri apa. Birunya langit membuatku bertanya-tanya mengapa tidak ada satu pun pengunjung di taman ini. Sepi. Yang kudengar hanya suara kicauan burung yang ceria. Aku menuju sebuah bangku panjang kosong berwarna indah--seperti senja, merencanakan berbagai kegiatan yang bisa aku lakukan di sana. Pasti sangat menyenangkan duduk di bangku itu sambil membaca sebuah buku tebal dengan camilan yang banyak, atau sekadar mendengarkan musik sambil memejamkan mata dan menikmati udara sejuk. Ah, hari yang indah.
Sedetik sebelum aku menjatuhkan diri di bangku itu, terdengar alunan lagu yang kukenali sebagai Always be My Baby-nya David Cook. Dan... Oh, great. Alunan musik kesukaan dengan alat musik kesukaan pula. Yep, gitar. Aaaaak. :3
Aku memejamkan mata seraya bersenandung pelan.
♪ You're always be a part of me
I'm part of you in definitely
Girl, don't you know you can't escape me
Oh, Darling, 'cause you'll always be my baby
And we'll linger on
Time can't erase a feeling this strong
No way, you're never gonna shake me
Oh, Darling, 'cause you'll always--
Musiknya berhenti. Mataku segera mencari-cari darimana suara gitar itu berasal dengan kesal. Kemudian napasku tercekat setelah kutemukan siapa pelakunya.
"Bagaimana permainan gitarku? Apa cukup membuatmu terkesan?"
"Bagaimana kau bisa ada di sini?"
"Kau sendiri?"
Aku terdiam sementara kau masih menyunggingkan senyum khasmu. Singkat cerita, kita berdua akhirnya duduk di bangku itu. Kau bilang kau punya banyak cerita yang ingin kau bagi denganku namun bingung harus memulainya dari mana. Kemudian kau mulai bercerita tentang hidupmu yang tak seseru dulu semenjak kita tak lagi dekat. Kau mengatakan bahwa bayang-banyangku tak pernah lepas dari ingatanmu, hingga detik ini, bahkan ketika kau sudah bersama orang lain. You said that you miss our late night conversations. You miss me. You miss us. Betapa aku ingin berteriak bahwa aku pun sama.
Hari mulai senja. Langit yang tadinya biru kini telah berubah menjadi oranye keemasan. Aku mulai berpikir bahwa ini tidak mungkin terjadi. Bagaimana mungkin? Harusnya sekarang kau bersama kekasihmu. Harusnya kau sudah benar-benar melupakanku. Harusnya...
"Apa aku sedang bermimpi?"
Alih-alih menjawab pertanyaanku, kau hanya tersenyum kemudian memudar. Memudar. Memudar. Dan...
Aku terbangun.
"Damn, beneran cuma mimpi!"
Note: This is a true story of my bestfriend lol. Sorry, babe. Lagi kuker. xD